buku cerita dikala hujan...







Hari ini hujan.... hujan sangat deras... membasahi rumput2 di halaman depan... Semuanya itu kusadari pada saat ku termenung seorang diri, menatap kosong keluar jendela rumah yang dibasahi oleh kesedihan langit. Dengan susah payah ku mencoba untuk memikirkan mengenai pekerjaanku yang menumpuk. Semuanya sia-sia belaka.


Yang ada dalam pikiranku hanyalah perkataan anakku Jelita di suatu sore sekitar 3 minggu yang lalu. Malam itu, 3 minggu yang lalu Aku membawa pekerjaanku pulang. Ada rapat umum yang sangat penting besok pagi dengan para pemegang saham.



Pada saat Aku memeriksa pekerjaanku, Jelita putriku yang baru berusia 4 tahun datang menghampiri, sambil membawa buku ceritanya yang masih baru. Buku baru bersampul hijau dengan gambar peri. Dia berkata dengan  suara manjanya, "Papa lihat!" ku tengok kearahnya dan berkata, "Wah, buku baru ya?" "Ya Papa!" katanya berseri-seri, "Bacain dong!" "Wah, Papah sedang sibuk sekali, jangan sekarang deh", kataku dengan cepat sambil mengalihkan perhatiannya pada tumpukan kertas di depan hidungnya.


Jelita hanya berdiri terpaku disampingku sambil memperhatikan. Lalu dengan suaranya yang lembut dan sedikit dibuat-buat mulai merayu kembali "Tapi mama bilang Papa akan membacakannya untuk Jelita". Dengan perasaan agak kesal Aku menjawab: "Jelita dengar, Papa sangat sibuk. Minta saja Mama untuk membacakannya". "Tapi Mama lebih sibuk daripada Papa" katanya sendu. "Lihat Papa, gambarnya bagus dan lucu." "Lain kali Jelita, sana! Papa sedang banyak kerjaan."


Aku berusaha untuk tidak memperhatikan Jelita lagi. Waktu berlalu, Jelita masih berdiri kaku disebelahku sambil memegang erat bukunya. Lama sekali Aku mengacuhkannya. Tiba-tiba Jelita mulai lagi "Tapi Papa, gambarnya bagus sekali dan ceritanya pasti bagus! Papa pasti akan suka". "Jelita, sekali lagi Ayah bilang: Lain kali!" dengan agak keras Aku membentaknya.


Hampir menangis Jelita mulai menjauh, "Iya deh, lain kali ya Papa, lain kali". Tapi Jelita kemudian mendekatiku sambil menyentuh lembut tanganku, menaruh bukunya dipangkuanku sambil berkata "Kapan saja Papa ada waktu ya, Papa tidak usah baca untuk Jelita, baca saja untuk Papa. Tapi kalau Papa bisa, bacanya yang keras ya, supaya Jelita juga bisa ikut dengar".


Aku hanya diam. Kejadian 3 minggu yang lalu itulah sekarang yang ada dalam pikiranku. Aku teringat akan Jelita yang dengan penuh pengertian mengalah. Jelita yang baru berusia 4 tahun meletakkan tangannya yang mungil diatas tanganku yang kasar mengatakan: "Tapi kalau bisa bacanya yang keras ya Pa, supaya Jelita bisa ikut dengar". Dan karena itulah Aku mulai membuka buku cerita yang kuambil, dari tumpukan mainan Jelita di pojok ruangan.


Bukunya sudah tidak terlalu baru, sampulnya sudah mulai usang dan koyak. Aku mulai membuka halaman pertama dan dengan suara parau mulai membacanya. Aku sudah melupakan pekerjaanku yang dulunya amat sangat penting. Aku bahkan lupa akan kemarahan dan kebencianku terhadap pemuda mabuk yang dengan kencangnya menghantam tubuh putri tercintaku di jalan depan rumah. Aku terus membaca halaman demi halaman sekeras mungkin, cukup keras bagi Jelita untuk dapat mendengar dari tempat peristirahatannya yang terakhir. Mungkin...


Hari ini hujan.... hujan sangat deras... membasahi rumput2 di halaman depan...


Hujan lain... membasahi pipiku....

Komentar