Di
sini, di jendela kamar depan, tempatku menopang dagu, mengawang-awangkan
khayal, menyusup kan rindu yang merayap-rayap direlungku. Sejak malam terakhir
September aku menjadi pengagum kenangan. Penggemar kisah-kisah klasik romantik
dalam pekatnya gelap yang mendekap. Menjadi penikmat candu insomnia tanpa
kafein karena ilusi wajah peri bintang yang tak lelah begadang. Bertindak
seolah subjek dalam lagu bernuansa rindu pada masa silam.
Ingatkah, saat kau ngambek
sore-sore di beranda sambil memandangi layang-layang api yang berkejaran di
udara. Kau diam..... lamaaa sekali...... dan ketika para layang-layang api itu
lelah, kau bilang, "maaf atas air mukaku... aku jutek ya?" aku hanya
menggeleng sambil tersenyum. Hampir saja aku meleleh dari beranda. Kau tahu,
saat itu aku sadar, aku menyukai pipimu yang cembung, suaramu yang ranum.
Aku menyukaimu.... itu saja...
Komentar
Posting Komentar