Telor dadar mamah...


Di postingan ke #7 ini, saya mengucapkan turut berduka atas berpulangnya om Steve Jobs... Salah satu hasil kejeniusannya lah yang selama ini cukup banyak membantuku... termasuk untuk berpartisipasi di #15harimenulisdiblog ini.

________________________________________________________________________




Anak nakal itu bernama Steve.... ya dia anakku. Menyesal aku memberinya nama steve, harusnya Sarimin saja, ataukah Bejo... ya Bejo kayaknya lebih cocok, Steve menjadi nama yang terlalu sukses untuknya. Tengoklah, dia sama sekali tak ingin mendengar, mengacak-acak meja kerjaku, memecahkan guci kesayangan ibunya, rumah kecil ini dianggapnya sebagai sirkuit. Lihatlah, bagaimana bisa ia berlari-lari di tempat sempit ini dengan kecepatan 40 km/ jam.

Steve sangat suka telor dadar buatan ibunya, ia bahkan melompat-lompat diatas meja makan untuk meminta ibunya membuatkan telor dadar untuknya. Tidak sampai situ saja kawan, waktu TK dulu  dia pernah membuat ibunya membuatkan telor dadar 23 potong.... sekali lagi biar jelas... DUA PULUH TIGA POTONG!!! Untuk bekal di sekolah Tk nya... ohh God!!
“untuk apa telur banyak gitu bang?” kata mamahnya

“ Untuk bekal steve mah, telor mamah enak! Jadi nasi gorengnya ga usah dimasukin, telornya ajah” ucap steve

Anak gila ini menjadikan telor dadar sebagai cemilan. Sarap..!!! Lo kira minyak murah....
“tambah lagi mah... tambah lagi...”

“Tapi abang, ini udah banyak banget, ntar ga habis lho!”

“habis kok mah, pasti habis...”




Meskipun cantik, yg gw benci dari ibu anak gila ini adalah dia suka bgt manjain anak, lihat... dia bener2 memasukkan begitu banyak potongan telor dadar di kotak biru itu, kuhitung benar2 ada sekitar 23 tiga potong, tak kubayangkan bau kentut anak ini jika ia menghabiskannya.

Hari itu, ulahnya tak hanya sampai di situ kawan. Siang hari, saya ditelpon sama guru TK anak saya itu, katanya steve membuat anak sekelasnya menangis, dia menumpahkan semua bekal teman-temannya. Aku membayangkan masa depan anakku itu, mungkin preman pasar, atau paling sukses pembunuh bayaran. Setidaknya pekerjaannya tidak lepas dari profesi yang membutuhkan tatto naga di lengan kanan. Steve membuatku stress, aku harus menjemputnya di sekolahnya itu. Sampai disana aku letih meminta maap kepada para orang tua siswa korban kebejatan anak ku.

Di mobil aku mengomeli steve habis-habisan, dia menunduk, tak menangis sama sekali... dari batukah hati anak ini, bagaimana mungkin anak seumur dia tak menangis jika dimarahi seperti ini, haruskah kupukul? Ah tidak, biar ibunya saja yang mengurus ini.

Sampai dirumah ibunya hanya memeluknya, “abang kenapa nakal...  lain kali ga boleh gitu ya...”, steve mengangguk, “ya udah ganti bajunya gih...”.

Cuma segitu.... ya itulah istriku....  Ingin ku berontak, namun senyum itu menyiutkan amarahku, beginilah resiko jika istrimu begitu cantik kawan.

Ku tengok kotak bekal anakku yang sama sekali tak tersentuh, masih tetap 23 potong telor dadar disana. Jadilah siang itu kami sekeluarga makan telor dadar dingin.

Satu-satunya yang membuatku senang dengan anak ini adalah dia begitu menyayangi adiknya, dia tak pernah memukul, bahkan memarahi adiknya.

Ketika adiknya memukul Steve, Steve hanya menutupi mukanya. Di umur seperti dia, patut dipuji bahwa dia sudah memiliki kedewasaan untuk tidak membalas pukulan adik. Ada satu contoh yang paling mengena untukku sebagai bapak. Aku hanya berusaha menunjukkan keadilan pada anak-anak. Jangan hanya karena Jobs (anakku yg kedua/ adiknya steve/ cucunya ayahku/ponakannya sodaraku) masih kecil, lantas semua kesalahan yang dia buat tidak apa-apa. Suatu malam ketika Jobs memukul steve, Aku langsung memarahi Jobs
“Jobs! Jangan pukul abang. Liat, abang aja gak pernah mukul Jobs. Dikeluarga ini gak ada yang mukul-mukul.”

Meskipun aku benci steve, namun ini menunjukkan keadilan pada si sulung. Seorang anak akan merasa tidak adil ketika si adik selalu mendapat kartu ‘biarin aja namanya juga anak kecil’. Ini tak adil buat si Abang
Yang membuatku kaget di malam itu adalah, segera setelah aku ngomong gitu, Steve memotong.

“Pah, Jobs takut. Papah jangan marah-marah lagi ya.” Sambil ngelus kaki adiknya.
Anak ini baru dipukul adiknya kawan.....  Dia bisa bales, tapi memilih tidak. Dia bisa diam membiarkan adiknya dimarahin, tapi dia masih juga bela. Belum pernah kulihat ada anak seumur dia dengan perilaku seperti itu.....

Malam itu aku kagum dengan Steve, namun setelah pagi tiba, dia kembali berulah...

Dia kembali meminta dibekali telor tanpa nasi... dan seperti biasa, sang mamah pun mengabulkannya. Cih!!! Aku benar-benar membenci anak ini.

Di mobil aku memintanya berjanji untuk tidak mengacau hari ini, dia mengangguk sambil memeluk kotak bekalnya. Haruskah kuminta juga ia menahan kentutnya di dalam kelas dan minta ijin kepada gurunya untuk membuangnya di luar kelas?

Sampai di sekolahan dia langsung masuk ke kelasnya, sementara aku harus membayar uang bulanan di ruang administrasi sekolah. Yah aku harus membayar, untuk menitip makhluk satu itu, meskipun hanya sampai pukul 10 pagi. Lepas itu aku duduk sebentar di tempat yang biasa mereka sebut taman bermain.  Terlihat beberapa anak seumuran steve disana, memainkan genangan-genangan air bekas hujan subuh tadi. Bagaimana bisa orang tua membiarkan anaknya main kotor-kotoran seperti itu. Berani kotor itu baik... hhmmpp... luar biasa memenag iklan deterjen zaman sekarang.

“Namanya Iman...” , kata seorang lelaki yang tiba-tiba duduk disampingku.
Aku terkejut.

“Eh... emang ga apa-apa dibiarin kotor-kotor begitu?” kataku.

“Dia bahkan lebih pengacau dari pada yang anda lihat,” katanya sambil tersenyum.
“Iman pernah menarik sajadah pak imam waktu sholat ied kemaren, pak imamnya sampe jatoh loh”, lanjutnya. Aku cukup terkejut mendengarnya.

“Begitulah kehidupan anak-anak, selalu saja ada yang menyenangkan meskipun terlihat nakal. Lihatlah orang dewasa seperti kita, kita hampir lupa bagaimana cara tertawa”.  Aku terdiam sejenak, merenungkan kalimat-kalimat terakhir yang dikatakannya barusan sebelum senyumku mengembang.

“ Setidaknya kubiarkan iman seperti itu sebelum ia mengenal dunia kita”.

“trimakasih” kataku.

Beberapa menit kemudian,  anak2 berhamburan keluar kelas, memenuhi taman bermain. Beberapa berebut ayunan. Melihatnya dari sini, tak bisa kunafikan, sungguh menyenangkan, bukan... bukan hanya ayunan saja... tapi semuanya, semua tentang mereka.
“Eh ade makan apa itu,” kata seorang ibu kepada gadisnya.

“ini mah, si Steve bagi-bagi telor dadar, enak deh mah”.

Aku tersentak, yah 23 potong telor dadar untuk teman-teman sekelasnya, aku paham sekarang.

Tiba-tiba steve berlari menghampiriku. “papah masih disini, temani steve main yuk”

“Abang mau main apa?” ujarku.

“Main cat warna... kita bikin pelangi....”

Hari itu kami pulang dengan baju yang begitu kotor penuh dengan cat. Mamahnya mengomel habis-habisan. 
Aku diomeli seperti anak kecil... Steve juga dimarahi.. seperti anak kecil juga.... Jobs menangis karna ga kebagian marah.... 
Ia mengomel cukup lama,n amun ketika ia memasukkan pakaian kami ke mesin cuci, kulihat senyum tipis dibibirnya... indah sekali....

Komentar

Posting Komentar