"Revolusi Paradigma", sebuah landasan filosofis


Saat ini Indonesia mengalami krisis, krisis yang dimaksud adalah tidak berjalannya pemerintahan yang normal dalam memberantas korupsi dan penegakan hukum dan berbagai problematika lainnya. Semua itu hanya berputar di sekitar itu. Kondisi sosial masyarakat yang semakin tajam, serta  disparitas antara sang kaya dan sang miskin. Saat ini rakyat bukan saja telah masuk ke dalam kelas sudra, tapi sudah menjadi waisya dan bahkan paria didalam negeri yang didengungkan kaya raya ini. Parahnya, hal tersebut terjadi di seluruh negeri ini, mulai dari tingkatan atas hingga ke akar rumput. Blumer (1971) dan Thompson (1988) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masalah sosial adalah suatu kondisi yang dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas yang berpengaruh yang mengancam nilai-nilai suatu masyarakat sehingga berdampak kepada sebagian besar anggota masyarakat dan kondisi itu diharapkan dapat diatasi melalui kegiatan bersama. Entitas tersebut dapat merupakan pembicaraan umum atau menjadi topik ulasan di media massa, seperti televisi, internet, radio dan surat kabar.
Masalah sosial muncul karena berbagai hal, mulai dari masalah pemenuhan akan kebutuhan hidup (Etzioni, 1976), patologi sosial yang didefinisikan oleh Blackmar dan Gillin (1923) sebagai kegagalan individu menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial dan ketidakmampuan struktur dan institusi sosial melakukan sesuatu bagi perkembangan kepribadian..
Ketidakmampuan seseorang dalam melakukan transmisi budaya juga dapat menyebabkan permasalahan sosial. Cohen dalam bukunya “Delinquent Boys : The Culture of the Gang” (1955) memaparkan hasil penelitiannya. Ia memperlihatkan bahwa anak-anak kelas pekerja mungkin mengalami “anomie” di sekolah lapisan menengah sehingga mereka membentuk budaya yang anti nilai-nilai menengah. Melalui asosiasi diferensial, mereka meneruskan seperangkat norma yang dibutuhkan melawan norma-norma yang sah pada saat mempertahankan status dalam ‘gang’nya..
Dengan sifat keintelektual dan idealismenya mahasiswa lahir dan tumbuh menjadi entitas (model) yang memiliki paradigma ilmiah dalam memandang persoalan kebangsaan dan kemasyarakatan. Ciri dan gaya mahasiswa terletak pada ide atau gagasan yang luhur dalam menawarkan solusi atas persoalan-persoalan yang ada. Pijakan ini menjadi sangat relevan dengan nuansa kampus yang mengutamakan ilmu dalam memahami substansi dan pokok persoalan apapun.
Permasalahan bangsa dan negara yang demikian kompleks menuntut peran mahasiswa yang kritis dan militan . Tapak sejarah perjalanan bangsa memang telah menempatkan mahasiswa sebagai komunitas generasi bangsa yang paling potensial dalam melihat dan menjawab permasalahan bangsa dengan mengusung  ide-ide perubahan. Harus diakui, peranan mahasiswa di setiap periode sejarah selalu diiringi dengan tantangan yang memiliki karateristik tersendiri. Oleh karena itu, peningkatan kualitas adalah jawabannya.
Kampus merupakan laboratorium besar tempat melahirkan beragam ide, pemikiran, pengembangan wawasan yang kemudian diwujudkan dalam bentuk peranan sosial individu mahasiswa tersebut dalam kehidupan kemasyarakatan sebagai bentuk pengabdian masyarakat. Mahasiswa sepatutnya menjadi agen bagi perubahan sosial, budaya, ekonomi dan politik masyarakat secara luas, terutama paradigma.
Paradigma itu bagaikan udara yang kita hirup sehari-hari. Ia ada namun tak terasa. Namun kita bisa mengambil jarak, dan menyadari keberadaannya. Kita bisa mempertanyakan sekaligus mengubahnya. Inilah yang sekarang ini perlu dilakukan. Paradigma berpikir adalah alasan yang mendorong setiap perilaku maupun tindakan tiap orang dalam hidupnya. Perubahan paradigma adalah kunci utama bagi kita untuk berubah ke arah yang lebih bijaksana.
Tanpa perubahan paradigma yang tepat, orang tidak akan melihat masalah sebagai masalah. Masalah hanya dilihat sebagai sesuatu yang wajar, sehingga tak perlu diubah. Menurutnya, masalah adalah sesuatu yang biasa. Seolah orang hanya perlu memejamkan mata, guna menyelesaikannya.
Inilah yang kita hadapi di Indonesia secara keseluruhan, masyarakat Sulsel pada umumnya, dan di tingkatan OKFT pada khususnya. Banyak orang tidak melihat masalah sebagai masalah, melainkan hanya sebagai sesuatu yang biasa. Ini terjadi karena orang masih menggunakan paradigma yang lama, guna melihat dunia yang terus berubah ke arah yang tak terduga. Masalah yang ada pun tak terselesaikan, dan kita terjebak terus didalam nestapa.
Perubahan paradigma adalah sesuatu yang mendesak. Dengan mengubah paradigma kita akan lebih aktif membongkar akar masalah, dan melenyapkannya. Kita akan lebih mudah hidup bersama, apapun perbedaannya. Masalah-masalah bangsa pun, tanpa perubahan paradigma, kita tidak akan pernah berjuang untuk menciptakan perubahan. Tidak hanya itu, perubahan seringkali dianggap sebagai hal yang tabu yang mesti dilawan. Ide-ide baru tidak dilihat sebagai peluang, melainkan sebagai hambatan yang mesti dilenyapkan. Orang-orang berpikiran maju pun dikucilkan.
Jika orang masih hidup dalam paradigma lama, ia akan merasa nyaman, dan merasa tak perlu mengubah dirinya. Akibatnya ia akan menjadi konservatif, dan menghambat setiap perubahan yang datang di depannya, meskipun faktanya, perubahan itu amat diperlukan di dalam masyarakat tempat tinggalnya. Ia akan menjadi batu penghalang bagi sekitarnya. Ia akan menjadi fosil yang membuat hidup semua orang terasa di neraka. Kita bisa menemukan banyak orang seperti itu di Indonesia. Atas nama tradisi mereka melenyapkan ide-ide cemerlang. Akibatnya masyarakat akan menjadi miskin, dalam arti miskin materi, sekaligus miskin inovasi yang brilian. Tak heran kita sulit sekali untuk menciptakan ide-ide baru yang berguna untuk kehidupan bersama.
Perubahan paradigma khendaknya diterapkan dengan tetap menjaga nilai-nilai awal sebagai suatu identitas. Identitas menjadi sangat penting baik secara individu maupun komunal sebagai pembeda dan karakter atau bahkan ciri khas yang sangat perlu untuk dijaga dan dipertahankan.
Berangkat dari pandangan tersebut, Organisasi Kemahasiswaan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (OKFT-UH) sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses kemahasiswaan, senantiasa mengambil peranan aktif dalam perwujudan mahasiswa ideal. Mahasiswa yang inovatif dan kreatif termasuk didalam menyelesaikan masalah. Mahasiswa yang tidak takut untuk mendeklarasikan perubahan sebagai bentuk penyesuaian dalam problematika hari ini, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai awal, budaya, dan karakter sebagai identitas, dan menyadari bahwa hal tersebut penting dan harus dijaga serta dipertahankan. Peran tersebut pada tataran pelaksanaan diwujudkan dalam setiap kegiatan-kegiatan kemahasiswaan di Fakultas Teknik Unhas.

Komentar