Catatan Ransel Lusuh: Mahameru, Tanah Tinggi Yang Tak Tergapai.



Tahun lalu saya memikirkan sebuah titik yang ingin saya capai di tahun ini. Mendapat gelar master awalnya terlihat realistis, namun mengingat belum ada seorang anak manusia yang mendapat gelar master transportasi kurang dari dua tahun, target tersebut saya urungkan. Menikah??? Oh maap, sepertinya yang barusan cuman salah ketik, sama sekali belum bisa dijadikan target tahun ini. Bagaimana jika mengunjungi suatu potongan surga, yang belum pernah saya kunjungi di negeri ini. Mahameru, sepertinya asik sekali membayangkan memain-mainkan awan di ujung-ujung kaki. Jadilah, muncak ke Semeru menjadi target capaian saya tahun ini. Bersama seorang kawan, Eghie, saya merencanakan perjalanan ini 1-2 bulan bulan lamanya. Mulai dari menjadwal, menghitung budget, mencari personel lain yang tertarik untuk gabung, hunting alat pendakian, tc untuk persiapan fisik, dll. Akhirnya fix 11 orang yang akan ikut pendakian bertajuk 'Ekspedisi Tulang Rusuk' ini. 11 orang yang tergabung dalam 'Ronipala' ini dibagi menjadi 2 rombongan, rombongan pertama 6 orang berangkat dari Bandung termasuk saya. Rombongan kedua 4 orang berangkat dari Makassar dan seorang lagi menunggu di Sidoarjo.

Ekspedisi Tulang Rusuk
(Sketch: Valen)

Sektor Bandung
Amir : Terlalu banyak yg harus saya deskripsikan untuk orang tampan satu ini, makanya kita skip aja… hehe
Eghie: Salah satu pengagas awal pendakian ini, manusia dengan selera makan yang aneh, penyuka jerami dan makanan ternak namun tubuhnya tak kunjung gemuk
Atri: Omnivora lucu tapi sangar yang ditampuk sebagai security pada pendakian ini
Valen: Instagramer yg punya selera humor aneh dan hoby tiup-tiupin bantal
Erland: Prabu solo yang selalu bergetar saat tidur, kadang sulit membedakan vibrator dengan dirinya. Bercita-cita sebagai tukang tumpah-tumpah, apa aja ditumpahin sama doi
Maya: lelaki berjilbab yang didaulat sebagi pemegang duit pada pendakian ini.

Sektor Makassar
Alan: Makhluk kajili-jili paling narsis, namun selalu mengeluarkan kata-kata indah dari mulutnya
Arif: Sebenernya doi cuman porter yg kebetulan ditemukan secara tidak sengaja
Icha: Model kalender tahun 90an, seneng bgt pegang-pegangin pohon dan sandar-sandaran di kap mobil.
Nindy: Anak Tibet yang terobsesi dengan tokoh khaleesi, punya beberapa naga, takut sama kuda dan ketinggian. Kebayang??

Non sector
Dio: makhluk tergalau dan terapuh pada rombongan ini.  Hobi mingkem dan nenteng2 jerigen.


1 Juni
1 Juni sepertinya akan menjadi awal dari hari dan pekan besar untuk kami. Sektor Bandung berangkat pukul 05.20 WIB pagi dengan kereta ekonomi (55rb) dari stasiun Kiara Condong sekitar 16-17 jam menuju Surabaya, sector Makassar menyusul pukul 12.00 WITA menggunakan kapal laut menuju Surabaya (Sidoarjo) yang menjadi meeting point kami. Pukul 11.16 WIB saya menerima kabar dari Arif, sector Makassar ketinggalan kapal. Sekali lagi biar jelas, KETINGGALAN KAPAL… Saplaakkk…!!! Kuberi tahu kau boi, ditinggal penghulu karena telat datang ijab kabul masih bisa saya terima. Tapi ketinggalan kapal… itu kapal Tidar dari kemaren udah sandar di pelabuhan, nungguin penumpangnya hampir 24 jam kok bisa ketinggalan sih cyiinn… Kami dari sector Bandung sempat frustasi mendengar kabar tersebut, si Erland kembali bergetar, kali ini 8.9 SR, si Maya sampe push up di koridor kereta, dan om Valen masih aja niup-niup bantal. Kapal berikutnya baru berangkat besok dan itu akan sangat mengganggu agenda yang sudah dijadwalkan. Setelah kami, sector bandung bersama masinis kereta dan pedagang lontong isi, berdiskusi alot, akhirnya diambil keputusan, sector Makassar tetap berangkat hari itu, dengan pesawat. Jadilah 1 Juni itu kami bersebelas berkumpul di rumah Dio di Sidoarjo, istirahat sambil membicarakan peralatan tim yang belum lengkap dan logistic.

Di atas kereta ekonomi
(Foto: Amiruddin Akbar Fisu)

Sektor Bandung nyampe di Stasiun Gubeng, Surabaya
(Foto: Dio)

2 Juni
Pagi-pagi sekali, pasca sarapan, kami membagi tugas, Eghie dan Arif harus berangkat ke Surabaya untuk mencari tambahan tenda dan kompor yang belum lengkap, saya, Alan, Icha, Nindy, Dio dan Maya ke pasar untuk hunting logistic dan ransum selama 4-5 hari di Semeru nanti. 3 orang sisanya Atri, Erland dan Valen bersih-bersihin rumahnya Dio yang semalam sudah jadi tempat pengungsian. Kuberi tahu kau boi… cuaca di Surabaya/Sidoarjo saat itu sangat cocok buat guling-guling di aspal. Pas sekali buat kamu yang bercita-cita jadi penjual es cendol. Sangking panasnya, pakaian-pakaian yang dijemur di sana harus pakai sunblock. Sekitar pukul 11.30 peralatan dan ransum sudah lengkap dan kami mulai packing. Pukul 15.30 kami berangkat ke Tumpang menggunakan elf sewaan (400rb), namun sebelumnya kami mampir di warung emperan nan canggih buat ngisi perut. Perjalanan dari Sidoarjo – Tumpang kami tempuh sekitar 2-3 jam. Sampai di Tumpang sekitar pukul 19.00, segera setelah mencari penginapan murah (200rb per malam buat 11 orang), kami makan malam dan istirahat untuk pendakian besok.

Belanja.. belanja
(foto: Amiruddin Akbar Fisu)

Packing yg bener bu Khaleesi...

Isi Tangki doloo..
(Foto: Valen)


3 Juni
Pagi-pagi sekali, saya, Alan, Icha, Nindy, Maya dan Arif terlebih dahulu ke pasar terdekat untuk membeli sayuran segar dan sarapan buat yang lain. Arif membeli dua ekor burung dara buat dibakar di gunung nanti, sangat lezat membayangkannya mengingat anak satu ini cukup berpengalaman masak-masak di gunung. Lepas mandi dan sarapan kami menuju rest area menggunakan angkot sewaan (70rb). Dari sana kami bertemu rombongan lain yang juga mau ke Semeru, bersama mereka kami menggunakan truk sayur (33rb per orang) menuju Ranu Pani, sebuah desa di kaki gunung Semeru yang menjadi titik awal pendakian. Perjalanan kami tempuh sekitar 1-2 jam. Setelah melengkapi administrasi dan persyaratan pendakian di pos pelaporan (fotokopi identitas, surat ket. sehat dan surat pernyataan) kami diberi pengarahan untuk mendaki, apa yang harus dan tidak boleh dilakukan saat pendakian. Saran saya, jangan membawa parang saat mendaki, atau setidaknya, jangan mengaku membawa parang karena sebilah parang kami sukses disita oleh tim pengarah. Selesai diberikan pengarahan, kami harus melunasi biaya administrasi sebelum mendaki (17.500/per org/hari >> weekday). 

Sarapan doloo
(foto: Amiruddin Akbar Fisu)

Di Rest Area: Arif, valen, Icha, Dio, Eghie, Alan, Nindy, Amir, Erland, Maya, Atri
(Foto: Mas2 Rombongan Sidoarjo)

Menggila di atas truk sayur
(Foto: Mas2 Rombongan Sidoarjo)

Sebelum mendaki kami menyempatkan makan siang, sholat zuhur+ashar dan berdoa untuk kelancaran pendakian.Menuju pos 1 didominasi oleh jalan menanjak yang sempat membuat kami ngos-ngosan dan beberapa kali berhenti untuk beristirahat. Sang Khaleesi juga beberapa kali berhenti untuk memberi makan naga-naganya. Sampai di pos 1 kami bertemu rombongan lain yang akan turun. Informasi dari mereka, besok kawasan kalimati hingga Ranukumbolo harus steril dikarenakan ada 1 orang yang hilang dan pencarian akan dilakukan besok oleh tim SAR. Saplaakkk…. Ternyata bukan cuman kunci motor yang bisa hilang… orang juga men… oraaang… Info tersebut sempat membuat kami down, namun kami sudah di sini dan ‘pantang biduk surut ke pantai’. 

Pos 1
(Foto: Amiruddin Akbar Fisu)

Kami putuskan melanjutkan pendakian sambil berharap orang hilang tersebut segera ditemukan. Mengingat jumlah kami yang terlampau banyak, kami memutuskan membagi kelompok menjadi 2, kelompok pertama ( Atri, Dio, Erland, Valen, Maya dan Eghie) berjalan di depan, berjarak sekitar 5-10 menit dari kelompok 2. Dari pos 2 menuju pos 3 kami harus melalui tanjakan yang cukup terjal, hari sudah mulai gelap dan kabut mulai tebal ditambah carrier arif yang membawa 2 tenda putus. Suasana saat itu, sekitar pukul 17.30 cukup mencekam karena hari sudah benar-benar gelap. 

Gelap tetep ngeksis
(Foto: Valen)

Udah pada lepes
(Foto: Maya)

Menuju pos 4 kami memutuskan kembali menggabung kelompok dan melakukan pendakian bersama-sama. Beberapa dari kami tampak agak panik, maklum mengingat sebagian besar dari kami masih pemula. Dari pos 4 setelah melewati turunan yang cukup curam, kami dibingungkan oleh kabut tebal yang membuat jalur pendakian tidak terlihat begitu jelas. Di sebelah kiri jalur sudah nampak genangan air yang luas, Ranukumbolo... Namun tempat ini jelas bukan camp shelter karena hanya ada kami bersebelas disitu. Sambil meminta yang lain untuk istirahat sejenak, saya, alan dan arif memeriksa jalur menuju tempat kamp. Jarak pandang saat itu mungkin hanya sekitar 3-4 m dikarenakan kabut yang begitu tebal. Kami bertiga berjalan beberapa meter mengikuti setapak yang kami perkirakan sebagai jalur pendakian, namun diujung jalan kami menemukan jalan bercabang. Tak ingin mengambil resiko, kami kembali ke rombongan, suasana yang mencekam, kabut tebal dan gelap, serta perasaan lelah dan lapar memaksa kami membuka tenda dan masak di tempat itu.

4 Juni
Pagi-pagi sekali, kami diberi surprise pemandangan Ranukumbolo yang apik. Sebuah panorama yang eksotis dan sangat mempesona. Hamparan air dengan latar pegunungan yang cantik ditambah kabut tipis yang melayang layang di atas sejuknya air Ranukumbolo. Pemandangan yang sangat memanjakan mata. Lucunya, bukan hanya kami yang membuka tenda di tempat itu. Ada sekitar 6-8 tenda lain yang ikut bergabung bersama kami. Ternyata campshelter berada tepat di sebrang tempat kami nge-camp. Kabut semalam ternyata benar-benar tebal dan menutupi pandangan kami. Belum ada kabar dari si orang hilang, jalur kepuncak ditahan oleh para ranger sampai di Oro-oro ombo. Hari itu tidak satu pun pendaki diperbolehkan menuju Kalimati, apalagi ke Puncak. Setelah sholat subuh dan menyeruput kopi panas, kami berjalan menyusur danau, melewati shelter menuju tanjakan cinta. Mitos tanjakan cinta tidak mempengaruhi saya saat itu. Tak ada satupun orang yang berani saya pikirkan, mungkin saya terlalu takut untuk jatuh cinta lagi (tsaahh… saplak abisss), yang ada hanya kekaguman betapa masih banyak tempat-tempat mempesona yang belum saya lihat di seluruh penjuru negeri ini. Dari tanjakan cinta, kami menuju Oro-oro ombo, tempat dimana padang lavender terhampar. Subhanallah, nampak puncak Semeru memanggil-manggil kami dari kejauhan sana. Sayang sekali saya tidak membawa kamera, hanya bermodalkan kamera ponsel saya mencoba men-capture keindahan Oro-oro ombo. Setelah puas berpose di depan lensa, sekitar pukul 11.00, kami kembali ke tenda menyiapkan makan siang. Dalam perjalanan kami mendapat info, Ranukumbolo harus steril sore ini juga. Menjelang sore, kami digalaukan oleh rombongan pendaki yang berbondong-bondong mengosongkan Ranukumbolo dan turun pulang. Kekhawatiran kami jika turun sore itu adalah lebih dari setengah perjalanan pulang akan kami lalui saat hari sudah gelap. Setelah briefing, kami putuskan untuk kekeuh nginap semalam lagi di Ranukumbolo. Beberapa pendaki yang telah siap-siap untuk pulang dan telah membongkar tenda, kembali memasang tenda setelah mendengar keputusan kami dan mengikuti langkah kami.

Ngeksis subuh2
(Foto: Agrie Pratama)

Selamat pagi Ranukumbolo
(Foto: Amiruddin Akbar Fisu)

Stok Foto Prewed 1: Anak2 Tibet
(Foto: Agrie Pratama)


Tanjakan Cinta: hayo lagi mikirin siapa hayoo...
(Foto: Amiruddin Akbar Fisu)

Kami dan lavender di Oro-oro ombo
(Foto: Valen)

Stok Foto Prewed 2: Tante Ichaaaa...
(Foto: Agrie Pratama)

Tanjakan Tinja... Awas ranjau...
(Foto: Agrie Pratama)

Karena sebuah perjalanan yg tdk pernah ditempuh... akan selamanya bernama jauh...
(Foto: Amiruddin Akbar Fisu)


Yg sabar ya om alan... ga bisa muncak...
(Foto: Agrie Pratama)


Makan malam kami terasa begitu nikmat, ada jutaan gemintang yang ikut ambil bagian dalam keintiman kami malam itu. Icha membuat sara’ba’, minuman jahe khas Makassar yang sedikit mengusir dingin. Meski tak terbahasakan, kami tahu besok takan ada lagi pemandangan seperti malam ini. Entah berapa tawa yang pecah oleh begitu banyak kejadian konyol yang kami lalui. Sebelum tidur, saya tahu, malam ini akan menjadi salah satu malam yang paling saya rindukan :) (saplakk… lebay mode on, yang mau muntah jangan lupa kreseknya)

5 Juni
Lepas subuh, beberapa dari kami mengambil air untuk menyiapkan sarapan, beberapa masih sibuk bercumbu dengan kamera, yang lain masih kaku di dalam sleeping bag. Habis makan, kami packing dan membongkar tenda untuk persiapan pulang. Dalam perjalanan turun, kami melihat puncak Semeru, begitu gagah, sangat menawan, dan begitu mempesona. Mungkin kami memang belum jodoh berpijak disana. Jika diberi umur panjang, saya pasti akan kembali kesini, menyambangi tanah tertinggi yang belum tergapai.

Full team
(foto: kameranya di taro di atas batu)

Ngeksis sebelom pulang
(Foto: kameranya di taro di bawah)

Assek...
(Foto: Amiruddin Akbar Fisu)

The Beatles ala Ranukumbolo
(Foto: Atri)


Insyaalloh saya akan datang lagi :)
(Foto: Arifuddin Rachmat Fisu)


BERSELINGKUH DENGAN BROMO
Kami sampai di Sidoarjo mungkin sekitar pukul 1 malam. Lelah dan ngantuk bercampur plus harus mendorong elf yang mogok benar-benar menguras kami. Sampai di Rumah Dio, kebanyakan dari kami langsung terlelap. Keesokan harinya, lepas para lelaki jantan pulang sholat Jumat, kami membicarakan hasrat yang belum semua terlampiaskan karena tidak bisa muncak di Semeru kemarin. Ada dua opsi pelampiasan kami, Keseruan Jatim Park 2 + Paralayang di Batu, atau eksotisme Gunung Bromo. Setelah membuka rapat pleno, akhirnya diputuskan, Bromo jauh lebih seksi dibandingkan melihat-lihat jerapah di Jatim park. Jadilah sore itu kami berangkat menuju terminal Arjosari Malang, menunggu Jeep sewaan yang menjemput kami pukul 1 nanti.
Setelah melihat keindahan Bromo yang disiram sinar mentari terbit dari Pananjakan, kami menuju puncak Bromo, pasir berbisik, dan padang Savana. Saya sudah pernah ke Bromo, namun kecantikannya tak kunjung pudar. Tidak salah kami memilih tempat ini sebagai pelampiasan. Saya yakin sekali, Tuhan pasti sedang bahagia ketika mencipta tempat ini.

Pananjakan Sunrise Bromo
(Foto: Amiruddin Akbar Fisu)

eaa..eaaa..
(Foto: Amiruddin Akbar Fisu)

Kuda berdebu
(Foto: Amiruddin Akbar Fisu)

Trio penyamun
(Foto: Amiruddin Akbar Fisu)

Stok foto prewed 3: Pasir Berbisik
(Foto: Alan)

Adventure
(Foto: Mas Yayan/sopir jeep)

Ala Prabowo
(Foto: Amiruddin Akbar Fisu)

Savana
(Foto: Amiruddin Akbar Fisu)

Paradise
(Foto: Agrie Pratama)

Mari melihat dunia :)
(Foto: Amiruddin Akbar Fisu)



Ronipala
(Sketch: Maya)



"Dear Semeru... dari caramu menghilang... sepertinya kamu ingin sekali kembali ditemukan... tunggu kami di lain hari"

Komentar

  1. Dari caranya menghilang dia mau sekali ditemukan.. Masih tunggu Tuhan yang mempertemukan.??

    Karna dia tidak kemana-mana, tidak menghilang,
    Dengan anggun tetap di sana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih nunggu budget yg blom kesampaian omm... Ntar klo dah cukup baru ksono lagi... Hahaha

      Hapus
    2. Ahli memang,,, ceritamu membawa saya ke sepotong roti eh maksudku surga,,tapi cerita dan realita pendakian menakjubkanmu masih diragukan..bahasa ceritanya yang mungkin terlalu keren di tambah dengan gambar2 visual...saya masih tidak percaya hingga kau ajak saya kesana...padahal mau tongka ikut kodongg banyaknya lagi waktuku..amir cipp kali ini bermakna amir boss..

      Hapus
    3. saya justru meragukan, keindahan tempat-tempat itu bisa digambarkan dengan gabungan-gabungan kata.... saya tidak tahu kalau seorang komandan punya waktu untuk naik gunung.... hahaha... next time pi lah... gunung di Sulawesi mo dulu...

      Hapus
  2. jantan, baru saya baca bae bae kanda...
    Insha Allah, kita nanjak sama sama nanti...koling koling mami...

    BalasHapus
    Balasan
    1. landa boas ji ini yg ditunggui kapan ada waktunya... hahahaha

      Hapus
  3. Kabar kabari saja cika klo mau mendaki..

    BalasHapus

Posting Komentar