Akhirnya Saya Menentukan Pilihan


“Kapal tua ini akan punya nahkoda baru”, kata Abdur.  Persiapan perhelatan untuk sebuah demokrasi nyaris paripurna. Hari ini, H-3 pemilihan presiden, memasuki masa tenang tanpa kampanye, spanduk-spanduk (seharusnya) telah dicabut, meskipun media-media busuk masih saja mengudara dengan berita-berita yang menjijikkan.

Sampai beberapa hari lalu, saya masih mencoba netral. Saya mencoba menghindari obrolan bertema pilpres pada percakapan harian, karena buat sebagian orang, akan merubah suasana menjadi kurang menyenangkan. Mencoba terus memantau riak tanpa berteriak. Mencoba mengolah isu dan mencerna informasi tanpa harus terbawa arus.

Bagi saya, membincangkan 2 calon presiden ini layaknya memilih calon pendamping hidup. Dalam kasus ini, saya tidak punya pilihan lain selain 2 calon tersebut. Saya merasa harus terlebih dahulu melihat rekam jejaknya, asal-usul dan seberapa ahli dia dalam mengurus rumah tangga, bagaimana pergaulannya, dan orang-orang seperti apa yang ada di lingkungannya, sebelum memutuskan pilihan.




Melihat rekam jejak masa lalu dari kedua calon, innalillah…, entahlah, mungkin ini fakta, atau ini hanya ulah tim sukses level bawah yang suka menebar fitnah dan kebencian dimana-mana. Mencari tahu keburukan masa lalu calon pendamping hidup saya pikir bukanlah hal yang berlebihan. Kita tidak akan mau hidup dengan seorang pezinah, ataupun pembunuh. Namun apa yang akan kau lakukan jika keburukan-keburukan yang diceritakan orang tentang kedua calon pendampingmu sangatlah keterlaluan. Mulai dari kasus HAM hingga prasangka buruk munculnya orde baru jilid 2. Mulai dari capres boneka, pencitraan yang menjijikan, hingga tak mampu melakukan wudhu dengan sempurna.  Percaya begitu saja? Lihat apa yang dilakukan para penggunjing dan tukang fitnah itu membuat saya kehilangan selera untuk berumah tangga. Ayolah, ditengah iklim demokrasi yang menggila ini, penculikan dan pembunuhan ala orba yang diprasangkakan kepada Prabowo  hampir tidak mungkin lagi terjadi. Lalu pencitraan, gaya blusukan Jokowi baru ter-blow up  media ketika beliau menjadi calon Gubernur DKI, namun hei…. itu sudah dilakukannya jauh sebelum dia terbiasa dengan kamera dan liputan tentang dirinya. Saya hampir tidak melihat ada liputan blusukan Jokowi ketika menjadi Walikota Solo, namun blusukan itu memang  dilakukannya pada saat itu. Kemudian gunjingan-gunjingan lain untuk kedua calon yang tentu saja masih perlu dipertanyakan kebenarannya.

Saya mulai sangsi terhadap berita-berita buruk. Saya mulai sadar, bahwa kebanyakan dari berita-berita buruk itu, digelontorkan bukan untuk mencegah bencana yang akan dialami bangsa ini, tak diniatkan untuk membawa pertiwi ke arah yang lebih berarti, namun hanya menghegemoni rakyat untuk membenci kubu lawan, agar anggaran tim sukses terus mengalir, calon yang mereka usung terpilih, dan saatnya menagih kursi, proyek, atau imbalan apapun yang pernah dijanjikan. Meraup keuntungan dengan menebar kebencian, lucu dan sangat memprihatinkan.

Saya mulai menutup mata terhadap hal-hal buruk dari kedua calon pendamping saya, dan berjudi jika memang berita-berita buruk itu benar adanya, maka kelak anak-anak saya akan dibesarkan oleh seorang pembunuh, pembohong, perampok, orang yang lemah, boneka, kafir, dll. Kadang saya berfikir, bagaimana mungkin dua orang calon pemimpin bangsa, putra-putra terbaik, bisa memiliki ‘borok’ yang begitu banyak, begitu kotor, dan begitu busuk. Namun betapa tidak adilnya saya jika tidak mencari hal-hal yang baik tentang kedua calon ibu untuk anak-anak saya.  Alangkah kejamnya saya jika melihat dan menilai seorang ‘manusia’ hanya dari hal-hal buruk yang telah mereka lakukan.  Dan Betapa naifnya saya jika mencari orang yang sempurna tanpa cela.

Saya melihat Prabowo Subianto sebagai sosok pendekar yang punya keberanian melawan iblis bernama hegemoni asing. Si pengurus kuda yang baik ini telah banyak melakukan pertempuran hidup-mati sepanjang hidupnya, jauh sebelum Jokowi turun ke gorong-gorong, bahkan konon kabarnya sampai kehilangan kejantanan.  Meski sebagai lelaki ia jadi tak jantan lagi, tapi ia telah mengalami fase “berintim-ria dengan kematian”. Dan saya percaya, orang-orang yang pernah melalui fase ini cenderung tidak akan gentar menghadapi apapun. Sosok berwibawa dengan segudang prestasi militer, peduli terhadap dunia olahraga berkuda, silat hingga sepak bola, menyekolahkan ribuan anak bangsa di papua, menyelamatkan TKI dari hukuman mati, mengayomi kaum buruh dan tani, dan masih banyak lagi hal-hal yang membuat Prabowo begitu ‘seksi’ di mata saya.

Joko Widodo terlihat sebagai sosok pekerja keras, setidaknya ini terlihat dari gaya kerja blusukannya. Ada yang berkata  ini semata pencitraaan ? Mungkin benar! Kenapa tidak? pencitraaan kita lakukan setiap hari, dan diperlukan bagi pejabat publik agar publik dapat menegtahui, juga sebagai alat kontrol publik. Tapi setidaknya ada output dari hasil blusukannya itu. Lihat bagaimana dia menyulap waduk pluit, Setahun kepemimpinannya, pendapatan DKI naik 31 trilyun. Melawan arus birokrasi dengan ‘Lelang Jabatan’ yang sebelumnya belum pernah dilakukan untuk PNS. Jokowi berani menentang kelompok garis keras, kelompok penentang pluralisme. Jokowi hanya menilai anak buah berdasarkan kinerja bukan SARA. Ini harapan untuk perubahan di masa datang. Jokowi berhasil membenahi pasar tanah abang, dimana gubernur DKI sebelumnya tidak ada yang berani bertindak jauh, Kenapa? Karena menertibkan Pasar Tanah Abang berarti melawan massa yang besar, yang mudah dibekingi banyak kepentingan, dan ormas.

Sekarang mari kita lihat apa yang akan mereka lakukan. Pasca pemaparan visi dan misi serta berkali-kali debat yang dipertontonkan, saling mengadu program dan apa yang harus diprioritaskan. Masing-masing berusaha untuk saling mengerti permasalahan bangsa dan penyebab keterpurukan negeri. Secara subtansi, saya melihat visi dan misi kedua calon tidaklah jauh berbeda. Keduanya sama-sama mengusung ekonomi kerakyatan, ekonomi yang diklaim berpihak pada rakyat, keduanya memprioritaskan pertanian, mengayomi para kaum pekerja, guru, buruh, nelayan, dll. Keduanya benci korupsi dan menjunjung tinggi penegakan hukum. Pada intinya, saya percaya, keduanya merupakan putra terbaik bangsa yang memiliki nilai luhur untuk membawa kapal tua bernama Indonesia ini berlabuh di dermaga kejayaan.

Fakta di atas membuat saya kembali bergairah pada 2 calon pendamping hidup. Saya menjadi tidak masalah dengan siapapun yang saya pilih. Keduanya saya yakini dapat membantu saya membangun keluarga yang diimpikan oleh semua orang. Namun bagaimanapun, saya harus memilih. Maka saya mencoba melihat orang-orang seperti apa yang ada di lingkungan kedua calon.

Terus terang saya pribadi tidak terlalu mempermasalahkan karakter Prabowo, sosoknya memang terlihat tegas, walau seringkali dikatakan dekat dengan temperamental, namun menurut saya tidak masalah sama sekali. Saya bahkan sangat setuju bangsa ini masih perlu pemimpin seorang militer yang tegas, karena hukum saat ini sedang tidur. dan hanya pucuk pemimpin yang tegaslah yang bisa menempatkan kembali hukum menjadi panglima di negeri ini. Namun terus terang saya agak terganggu dengan politik transaksional yang dilakukan oleh Prabowo. Kontrak politik dan bagi-bagi kursi mungkin tidak begitu menjadi masalah jika orang-orang yang berdiri di belakangnya adalah orang-orang yang bersih dan jujur serta diyakini mampu mewujudkan program-program yang telah terlanjur membuat saya jatuh cinta pada Prabowo. Orang-orang menjadi actor dibalik kasus suap , mafia pajak, impor daging, bahkan Surya Dharma Ali, tersangka korupsi haji dan Al-Quran juga berdiri rapat di belakang Prabowo. Kasus-kasus itu benar-benar tidak bisa membuat saya menutup mata dan menafikan hal-hal yang begitu menggangu saya itu. Belum lagi sosok yang paling saya benci dari gerombolan itu, biang dibalik tenggelamnya ribuan rumah di Sidoarjo. Jangan lupakan juga Century dan Hambalang yang menjerat elite partai pendukung Prabowo. Ditambah Harry Tanoe yang bak bajing loncat karena belum mendapatkan wadah pemenuhan hasrat politiknya, dan ormas-ormas sisa PAM Swakarsa, seperti FPI dkk. Sangat disayangkan cukup banyak orang-orang sebermasalah itu berdiri di belakang Prabowo. Sebenarnya ada sosok-sosok seperti Ridwan Kamil dan Ahok, namun mereka berada jauh dari kabinet Prabowo.

Kubu Jokowi-JK bukan tanpa masalah, saya membenci Megawati hampir seperti saya membenci ARB.Riwayatnya yang menjual asset negara cukup mengganggu hasrat saya meminang Jokowi. Dan mungkin ada beberapa lagi elite partai dan ormas pendukung Jokowi yang kasusnya belum terkuak. Namun saya melihat banyak orang-orang baik berdiri di pihak Jokowi. 

Jokowi bukanlah orator .Tata bahasanya tidak baik dan masih tidak bisa menghilangkan logat kejawaannya. Idealnya presiden harus mempunyai tutur kata yang baik. Saya juga merasa Jokowi tidak dididik atau mempersiapkan dirinya  untuk menjadi politikus. Sehingga dia sama seperti kita yang berkuliah, bekerja dan berkeluarga . Urusan mempegaruhi masa, mencitrakan diri mengomentari urusan bangsa atau urusan publik,  tidak atau jarang ia lakukan sehingga terlihat dalam debat-debat ataupun pidato Jokowi terbata dan tidak mempunyai perbendaharaan kata yang canggih. Jokowi mungkin tidak berwibawa secara fisik. Alangkah idealnya  bila kita mempunyai presiden yang gagah dan berwibawa sehingga bisa bersanding dengan presiden lain di dunia.

Namun Saat ini Jokowi didukung banyak tokoh dan orang-rang jujur. Ya ini lah poin terpenting bagi saya . Banyak nama-nama besar dibelakang Jokowi, dan yang melegakan saya nama-nama itu adalah orang orang yang konsisten berjuang untuk keadilan, kesejahteraan, pendidikan, kesenian, hukum dan teknologi. Orang-orang tersebut non partai dan  sudah ada dan berkarya lama seperti Anies, Fadjroel dkk, tanpa terpengaruh siapapun presidennya. Mereka Independen , hingga saat ini mereka semua berpihak ke Jokowi.  Mengapa? Saya yakin mereka punya harapan akan pemerintahan Jokowi . Mereka semua saat ini bergabung dalam sebuah rasa solidaritas yang tinggi tanpa dibayar untuk memenangkan Jokowi. Kalau mereka berani bersikap untuk kali ini , kenapa saya tidak bisa?

Karenanya, tanpa menafikan kekaguman saya terhadap Prabowo Subianto, dengan segala prestasi dan apa yang ingin dia perbuat untuk bangsa ini, dengan niat tulusnya membawa kapal tua ini berlayar dan berlabuh dengan selamat menuju titik kejayaan Indonesia, dan dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, saya mantap dengan pilihan saya, Jokowi- Jusuf Kalla.



Dari semua kekurangannya dia didukung oleh banyak orang-orang jujur dan pintar yang sudah berjuang dari jaman dulu ,konsisten orang orang non partai, yang berjuang dibidangnya masing masing, untuk keadilan, kesejahtraan , kesenian, kereatifitas anak bangsa . Semoga, semoga dan semoga... dengan pilihan kita, ada harapan besar untuk bangsa ini yang bisa kita titipkan.

Saya menulis ini dengan sadar tanpa dipengaruhi terlebih dibayar atau mendapatkan keuntungan dari pihak manapun. Kedua calon pendamping saya adalah orang yang megangumkan yang mungkin takkan membuat saya menyesal jika meminang salah satunya. Keduanya hebat, dan punya cita-cita luhur untuk negeri ini.... namun bagaimanapun... kita tetap harus memilih... dan saya, telah menentukan pilihan :)

Salam dua jari ^_^V








Komentar